Berpetualang di Dunia STI Bersama Grace

ASSISTS ITB
7 min readJul 20, 2022

Ceritera Kehidoepan #1

“Kuliah di STI itu ranahnya luas bangett yaa. Belajar ngoding, belajar dokumen, belajar bisnis juga…”

Pernah nggak sih sobat STI (Sistem dan Teknologi Informasi) bergumam atau mendengar kalimat semacam ini? Atau malah saking luas cakupannya, kadang jadi bingung sebenarnya ilmu STI itu diterapkan gimana nantinya?

Pada Ceritera Kehidoepan edisi pertama ini, Agen berkesempatan berbincang dengan tamu spesial yang berpengalaman dalam dunia per-STI-an. Terlebih tamu kita ini adalah salah satu mahasiswa berprestasi dalam perjalanannya di ITB. Ya! Ia adalah Graciella Valeska Liander yang biasa disapa Grace, Mahasiswa Berprestasi STI 2022 asal Dumai, Riau yang saat ini sedang menjalankan intern di Google. Ketua Tanoto Scholars ITB ini akan berbagi pengalaman dan pandangannya soal STI pada Ceritera Kehidoepan edisi pertama.

Grace — STI 2019

Kehidupan ber-STI ala Grace

Grace pada awalnya memilih STEI karena kecintaannya pada matematika. Selama dirinya mempersiapkan SBMPTN, gadis yang gemar bermain game ini enjoy dengan matematika dibandingkan mata pelajaran lainnya. Ia ingin menggunakan ilmu matematika secara terapan dibandingkan masuk ke jurusan matematika murni, sehingga ia memilih STEI.

“Akhirnya pilih STEI ITB karena mikir di jurusan ini aku bisa make ilmu matematika secara real life. Selain itu aku pilih ITB karena ITB ada TPB (Tahap Persiapan Bersama) sehingga bisa menjawab kebingungan aku masuk jurusan apa.”

Lantas, Apa yang membuat Grace memilih terjun di dunia STI? Hal yang mendasarinya adalah selama setahun menjalani TPB, Grace mendapatkan kecocokan pada hal yang berbau STI.

Ketika masuk TPB, Grace bertemu dengan Daspro (Dasar Pemrograman) dan PAR (Pengantar Analisis Rangkaian). Untuk PAR sendiri Grace awalnya menyukai matkul tersebut, tapi lama-lama jadi kurang tertarik karena kalau salah menghitung harus mengulang step dari awal. Sehingga, dari enam prodi yang STEI tawarkan, tersisa IF dan STI karena keempat prodi lainnya ada kaitannya dengan PAR. Awalnya Grace ingin masuk IF, tetapi ketika Tubes Daspro ia bertemu teman-teman yang lebih imba dalam ngoding yang mengharuskan ia lebih banyak kontribusi di dokumen. Dari situ Grace tahu bahwa ia nyaman dengan per-dokumen-an.

Grace berekspektasi bahwa dengan masuk STI, ia bisa bekerja di dua bidang sekaligus, yaitu bisnis dan teknik. Untuk menggapai ekspektasi tersebut, Grace telah mengikuti berbagai organisasi, lomba, dan magang dari masa TPB. Organisasi yang Grace ikuti pada awalnya adalah unit agama dan olahraga. Hal yang impresif adalah Grace ternyata sudah memulai magang journey-nya sejak liburan semester dua.

“Saat itu aku ada kekhawatiran ngga survive di ITB, dan aku pengen punya skill yang ga terlalu susah tapi banyak dicari. Jadinya aku ikut course codemy dan magang frontend developer saat liburan semester dua. Setelah itu, aku upgrade menjadi software developer. Aku lanjut menjadi product manager dan untuk saat ini, aku magang menjadi customer solution consultant, dimana aku berperan sebagai perantara client mengenai teknikal dan bisnis dari layanan yang dimiliki Google.”

Tak kalah menarik, dalam perlombaan Grace telah mengikuti berbagai jenis lomba yang didominasi di bidang bisnis seperti Business Plan, Business Case, dan Business Model Canvas. Alasannya adalah karena kebanyakan lomba yang tersedia adalah lomba bisnis dan biasanya di tiap universitas punya lomba bisnisnya sendiri. Selain dari itu, karena di STI belajar bisnis dan teknis, Grace ingin mengimplementasikan apa yang sudah ia pelajari di perkuliahan dan lomba menjadi medium yang dirasa nyaman dan menantang.

Meramu karakter kurikulum STI

Dari banyaknya perjalanan dan pengalaman yang didapat melalui organisasi, magang, dan lomba, Grace berpendapat bahwa kurikulum STI dibagi menjadi tiga karakter utama, yaitu

Teknikal, Bisnis, dan Mindset.

Pada mata kuliah Teknikal (contohnya Jaringan Komputer, Probabilitas dan Statistika, Sistem dan Arsitektur Komputer, dkk) dasarnya kita diajarkan untuk membangun awareness dan pemahaman terhadap hal-hal teknis, contoh terdekat adalah supaya saat kita diajak ngobrol dengan anak IF atau orang teknis, kita memahami permasalahannya.

Lalu, pada mata kuliah Bisnis (contohnya Arsitektur Enterprise, Analisis Kebutuhan Enterprise, Manajemen Sumber Daya STI, dkk) kita dipaksa untuk berpikir juga dari sudut pandang bisnis. Contohnya dalam membuat sebuah server, orang teknis pasti menyarankan semakin banyak server maka semakin bagus service-nya dan semakin lancar, tetapi orang bisnis pasti tidak mau karena hal ini mengakibatkan harga yang mahal. Nah, disini STI punya kelebihan karena kita belajar teknis sekaligus bisnis, kita bisa kolaborasikan kedua pandangan itu untuk menyelesaikan masalah bisnis dari sisi teknis.

Untuk mata kuliah Mindset, (contohnya PPAM, OMPI, dkk) kita diajak berpikir untuk mencari dan menyelesaikan masalah dan bagaimana menggunakan solusi yang tepat sasaran.

“Jadi di STI, kita dibekali ilmu teknis buat bisa paham hal-hal terkait teknis, ilmu bisnis biar ngerti masalah dari sudut pandang bisnis juga, dan mindset biar kita bisa solve problem dari kedua sisi itu.”

Kontribusi STI secara real case

Antara organisasi, magang, dan lomba, ilmu STI berperan sesuai porsinya masing-masing.

Pertama, pada lomba yang Grace ikuti khususnya bisnis, ilmu STI berkontribusi paling nyata pada ketiga aspek kurikulumnya, baik dari sisi teknis, bisnis, dan mindset dengan menerapkan konsep “Bisnis harus selaras IT.”

Pada business IT case, kita dihadapkan pada suatu masalah yang harus dicari solusinya. Kita memang tidak diwajibkan untuk memberi solusinya menggunakan IT, tetapi dalam analisis menggunakan tools yang disediakan seperti Porter 5 Forces dan SWOT, kita akan menemukan di satu titik di mana IT dapat membantu. Dalam STI kita belajar bahwa “Bisnis harus selaras IT”, yaitu bagaimana kita membuat suatu solusi di mana kita menggunakan IT dan dapat menguntungkan bisnisnya. Jadi, konsep ini akan dipakai pada lomba dan kita akan menggunakan mindset yang telah dipelajari di STI untuk menopang menyelesaikan masalah-masalah bisnis ini.

Kedua, pada intern atau magang, ilmu STI berkontribusi tergantung dari spesifikasi magangnya dan biasa cenderung ke arah teknis. Sebagai contoh, saat Grace magang menjadi frontend developer, ilmu STI cenderung kurang berkontribusi dibandingkan saat ia magang di bidang product.

“Pas aku frontend, ga kerasa contribute matkul STI-nya, tapi pas aku di produk, banyak yg kepake. Contohnya AKS (Analisis Kebutuhan Sistem) itu kepake dokumennya dan dari diagram ERD-nya.”

Lain halnya pada organisasi, Grace berpendapat bahwa pada organisasi, sebagian besar tidak relate dengan IT maupun bisnis. Namun, ia punya gambaran tersendiri, yaitu penerapan karakter mindset pada proyek. Pada organisasi, STI kepake karena setiap organisasi punya proyek, gambaran satu tahun kedepan ingin seperti apa, atau sesimpel mengadakan event. Nah, di sini STI secara tidak langsung kepake dari mindset-nya, yaitu bagaimana kita menggunakan resource sesedikit mungkin, tetapi output-nya sesuai yang diharapkan atau lebih. Terlebih STI juga belajar tentang manajemen proyek yang dapat menyokong hal tersebut.

Peluang dan relevansi kita sebagai mahasiswa STI

Dengan banyaknya penerapan ilmu STI di dunia profesional itulah kita sebagai mahasiswa STI memiliki peluang serta benefit yang dapat dimanfaatkan. Menurut Grace, setidaknya ada tiga benefit yang didapatkan oleh anak STI.

Benefit pertama, anak STI bisa nyemplung kemana aja. Kita belajar banyak hal, punya base akan banyak hal. Misalkan kita ingin ke SE (Software Engineering), kita punya base mata kuliah informatika yaitu OOP (Object Oriented Programming), Basdat (Basis Data), dan Alstrukdat (Algoritma dan Struktur Data). Misalkan kita ingin ke UI/UX, kita punya base IMK (Interaksi Manusia Komputer), dan jika ingin ke produk kita juga dikasih base AKS dan PM (Product Management).

Benefit kedua, saat ini perusahaan banyak nyari orang teknik. Walaupun STI setengah teknis setengah bisnis, tetapi mereka melihat kita as a technical person.

Benefit terakhir, dan ini benefit dari STI nya sendiri, ialah STI lumayan santai dibanding jurusan lain sehingga kita punya banyak waktu untuk banyak explore skill di luar. Kalaupun waktunya tidak banyak, kita masih bisa implementasi apa yang sudah dipelajari di kuliah ke sesuatu yang kita ingin coba.

Lalu, bagaimana dengan relevansi STI? Soal relevansi, sebenarnya semua jurusan mungkin juga bisa tidak kuliah dan cukup ambil course. Namun, yang membedakan lebih ke arah kita punya background dan pernah terjun langsung. Sebagai contoh, kalau kita mengambil course dan implementasi dengan melakukan project, mungkin itu lebih bagus daripada kita yang cuma kuliah di STI tapi ngga implementasi apa-apa. Jadi, apakah kuliah di STI relevan, itu tergantung bagaimana kita ngembangin dan menjalaninya.

“Kalau ngomongin apakah jurusan STI masih relevan, menurutku selama kita masih jalanin teknologi dan ada bisnis yang berjalan, STI tetap dibutuhkan. Selain hal diatas, perbedaan lainnya juga bisa dari cara berpikir atau logical thought, antara orang yg cuma ngambil course dan beneran kuliah serta ikut organisasi.”

Kendala pasti ada, tapi usaha kita yang menentukan

Secara umum, Grace sudah lumayan puas dengan kehidupan per-STI-an nya saat ini. Namun ia bersikeras untuk terus mencoba hal baru yang belum pernah ia coba.

“Basenya aku sudah lumayan puas karena banyak hal yang aku coba. Tapi aku masih pengen coba banyak hal karena meskipun aku udah banyak nyoba, hal di dunia ini gak mungkin habis, masih ada aja hal yang belum kita coba.”

End goal yang ingin Grace capai saat ini adalah membuat usaha sendiri, berupa startup atau toko. Grace tahu bahwa untuk mencapai impiannya, niat saja tidak cukup, karena ia juga harus mempertimbangkan knowledge, resource, timing, connection with people, dan beragam aspek lainnya. Karena Grace sudah sadar akan itu semua, ia mencoba memulai hal-hal yang bisa ia kontrol. Pertama adalah networking, dalam menjalankan magang di Google, networking sangat di-support dan ia bisa berkomunikasi dengan orang luar negeri. Selanjutnya adalah resource dan ilmu, kedua hal ini bisa didapat dari lomba atau kuliah. Terakhir adalah aspek people, yang kita bisa dapat dari pertemanan di organisasi.

Energy Management & Time Management

Dalam berbicara soal waktu, banyak orang selalu berbicara tentang time management, tetapi banyak orang yang luput mengenai energy management. Padahal, energy management ini sama pentingnya dengan time management. Dalam memanajemen waktu, ada baiknya kita mengalokasikan juga kapabilitas energi kita sejauh mana, terlepas dari waktu yang dipunya.

Grace berpesan sebaiknya dalam mengatur jadwal, sisipkan waktu lebih yang cukup antar kegiatan agar tubuh kita tidak tertekan dan ada waktu untuk recover energy.

“Satu hal yang aku pelajari dari intern sekarang, kita gak bakal bisa ngasih 100% ke semua hal secara konstan. Kerja di organisasi atau magang, mungkin kita bisa ngasih 100% effort di awal, tapi pada akhirnya kita bakal cape banget dan mungkin gabisa lagi mempertahankan full effort itu dengan energi yang kita punya. Lebih baik, beri effort 80% sejak awal tapi stabil seiring berjalannya waktu.”

Secarik pesan untuk kita

Sebagai penutup, Grace juga menyampaikan harapan bagi mahasiswa STI, yaitu semoga mahasiswa STI bisa memaksimalkan semua peluang yang ada semasa kuliah. Mahasiswa STI harus banyak discover benefit dan peluang yang ada. Saat mengambil peluang, pastikan itu dari hati dan bukan karena mau mengejar prestasi orang lain atau ikut-ikutan saja tanpa mempertimbangkan esensinya.

“Coba aja dulu, urusan mati belakangan,” itulah motto hidup Grace yang disampaikan pada Agen di akhir pertemuan kami.

Sekian dalam petualangan STI bersama Grace kali ini, semoga kalian yang membaca menemukan kenyamanan dalam menjalani kehidupan di STI 😊.

Sampai jumpa di Ceritera Kehidoepan edisi berikutnya!

Ditulis oleh:

Fauzan Rafif Widyanto — STI’19
Michel Vito Adinugroho — STI’20

--

--

ASSISTS ITB

Association of Information System and Technology Students Institut Teknologi Bandung