Kisah Trio Maskot Lomba STI: Azka, Stella, dan Zarfa

ASSISTS ITB
10 min readJan 14, 2022

Life at STI #8

Kehidupan mahasiswa di bangku kuliah tidak pernah lepas dari warna-warni kesibukan non-akademik. Tak jarang mahasiswa mengisi waktu dengan aktivitas organisasi hingga ajang prestasi. Perjalanan perkuliahan seolah menjadi arena untuk mencapai banyak keinginan dan kepuasan diri. Tentu saja sama halnya dengan mahasiswa STI ITB.

Ketiga sosok ini pasti sudah tidak asing lagi di telinga mahasiswa STI. Azka Alya Ramadhan, Stella Ribli, dan Zarfa Naida Pratista. Ketiga nama ini kerap dianggap sebagai bagian dari ‘maskot lomba’ STI. Tak jarang juga nama-nama ini menghiasi poster apresiasi prestasi perlombaan loh! Gelar-gelar seperti 2nd runner up pada Entrepreneur Days National Business Plan Competition 2021, 2nd runner up pada 3 Minutes Idea Pitching Competition 2021, dan 1st winner pada Isometrix Business IT Case Competition 2021 menjadi segelintir dari prestasi mereka yang telah menggunung. Selama perjalanan mereka dalam menempuh dunia kompetisi, ada banyak pengalaman yang unik dan inspiratif. Kira-kira bagaimana kisah Azka, Stella, dan Zarfa dalam perjalanannya ya? Yuk simak Life at STI edisi kali ini!

Stella Ribli (Stella), Zarfa Naida Pratista (Zarfa), dan Azka Alya Ramadhan (Azka)

Ada Apa Dengan Lomba?

Berawal dari sebuah mindset bahwa mengikuti perkuliahan tidak menjamin seseorang mempunyai value ketika lulus. Di tengah kondisi pembelajaran yang bertempo cepat, status ‘lulus’ saja tidak menjamin keterampilan seseorang. Menurut Azka, ada banyak sekali peluang yang dapat diambil mahasiswa STI yang mampu meningkatkan kemampuan diri dan membuka prospek yang berhubungan dengan Sistem dan Teknologi Informasi (STI). Perlombaan seperti business case dan business plan mampu menambah wawasan di luar perkuliahan formal.

“Jadi, semasa kuliah kenapa tidak dicoba untuk melihat ada apa di sana (di perlombaan).” — Azka Alya Ramadhan

Pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman lomba cukup berbeda dari apa yang didapatkan di kelas. Setidaknya, itulah yang digambarkan oleh Zarfa. Menurut Zarfa, lomba adalah hal yang seru. Zarfa memberikan contoh pada lomba business case, yaitu keseruan lomba terletak pada kemampuan memecahkan masalah dan menghasilkan ide.

Sedikit berbeda dengan Azka dan Zarfa, Stella memulai perjalanannya dari rasa penasaran. Perubahan signifikan dari atmosfer sekolah menengah menuju kuliah mendorong Stella untuk ikut mencoba aktif dan rajin. Berawal dari ajakan Azka, Stella akhirnya cukup sering mengikuti perlombaan. Menurut Stella, tidak ada ruginya dalam mengikuti semua kegiatan tersebut.

Ada banyak tujuan yang ingin diperoleh oleh ketiga individu ini. Seperti motivasi pendorongnya, Stella menjadikan lomba sebagai ajang pemenuhan rasa penasarannya. Menurut Stella, lomba dapat menjadi alat untuk mengukur kemampuan diri dan wadah untuk belajar. Alih-alih berpaku pada perkuliahan yang terkesan monoton, lomba mampu memberikan wadah yang lebih dinamis.

Tidak jauh berbeda dengan Stella, Azka juga merasa bahwa mengikuti lomba mampu digunakan untuk mengisi waktu luang. Berbeda dengan perkuliahan yang memiliki jadwal tetap, lomba memberikan kebebasan manajemen waktu yang lebih fleksibel. Melalui partisipasi di berbagai lomba, Azka ingin mengamati keunikan masing-masing lomba yang berbeda jenis dan ruang lingkup. Setiap perlombaan yang diikuti pasti memiliki pembelajaran yang dapat diambil. Meski begitu, Azka tidak memungkiri bahwa alasan pertama ia terjun ke dunia perlombaan adalah untuk mendapatkan hadiah atau uang.

Terlepas dari rasa penasaran dan keinginan untuk belajar, Zarfa memaknai keikutsertaannya dalam berbagai perlombaan sebagai langkah dalam meningkatkan value yang dimilikinya. Setiap mahasiswa yang lulus akan memiliki bekal pengetahuan yang sama dari kuliah. Lantas, pembedanya terletak pada pengalaman.

“Apa yang bisa dijual, karena ketika sama-sama lulus, apa yang bisa membedakan diri sendiri dengan orang lain.” — Zarfa Naida Pratista

Lalu, apakah ketiga maskot ini memiliki kesamaan dalam bidang lomba yang disukai? Bagi Stella, Ia menyenangi lomba business case dan business plan. Stella menyukai kegiatan diskusi dan brainstorming dengan tim dan kelompok. Tak jauh berbeda, Zarfa juga menyukai lomba business case dan business plan karena merasa lebih seru dengan keberadaan sebuah case yang harus dipecahkan. Selain itu, Zarfa juga menyukai lomba hackathon meskipun harus berpasangan dengan mahasiswa lain di prodi Teknik Informatika (IF). Berbeda dengan Stella dan Zarfa, Azka mengatakan bahwa ia lebih menyukai lomba UX (User Experience) dibandingkan lomba bisnis. Menurut Azka, lomba UX dapat menghasilkan lebih banyak portofolio tanpa memandang hasil menang-kalahnya. Terlebih, lomba UX tidak se-kompetitif lomba bisnis. Meski memiliki preferensi yang berbeda-beda, ketiganya sering berada dalam satu tim lomba dan mampu saling melengkapi.

Perjalanan Panjang Tak Menghilangkan Asa

Dalam mengikuti dunia kompetisi ini, masing-masing dari mereka mengalami kondisi tersendiri yang dihadapi. Ada kalanya, muncul rasa takut dan minder dengan orang lain yang terlihat lebih hebat dari luar. Setidaknya hal tersebut yang dirasakan oleh Stella. Budaya kompetisi yang berbeda dengan yang dialaminya sewaktu masa SMA menimbulkan culture shock. Namun pada akhirnya, rasa tersebut perlahan dilawan dengan niat dan dukungan dari teman yang mengajaknya. Dari sana mulai muncul semangat berlomba meskipun sekadar ingin mencoba dalam mengikuti perlombaan, tanpa memikirkan hasil nantinya bagaimana.

“Jangan pesimis duluan. Padahal, ga ada salahnya untuk mencoba, kalau gagal pun bisa untuk belajar” — Stella Ribli

Begitupun dengan Azka yang merasakan hal serupa dan mendapat pelajaran untuk berkembang. Salah satunya, perlu adanya motivasi yang dibangun dalam sebuah tim ketika mengikuti perlombaan. Motivasi ini bisa dibangkitkan dengan kerja sama yang baik antartim. Tidak perlu menekankan untuk mencari partner yang terlalu ahli dalam suatu bidang perlombaan, tetapi yang terpenting dapat menemukan partner yang dapat saling belajar dan proporsinya seimbang. Hal tersebut karena environment sebuah tim lebih penting dibandingkan skill. Oleh karena itu, pencarian partner tim yang sesuai juga merupakan suatu hal yang penting.

Selain pencarian tim, pemilihan lomba yang sesuai dengan tujuan juga perlu diperhatikan. Jika memang value yang diinginkan adalah juara, maka pencarian dapat dilakukan pada lomba berdasarkan peluang menangnya. Akan tetapi, jika ingin mengutamakan pengalaman, lomba berkelas merupakan pilihan yang dapat diambil. Hal tersebut karena beberapa lomba tersebut seringkali mengadakan sesi mentoring.

Namun, dibalik hal tersebut, kegagalan demi kegagalan pernah mereka alami. Perlombaan yang diikuti tidak pernah mendapatkan juara, terlebih untuk lomba business case. Berangkat dari hal tersebut, evaluasi pun mulai timbul atas pelajaran yang mereka dapatkan dari kegagalan. Evaluasi yang dilakukan pun membuat mereka berkembang sedikit demi sedikit, hingga akhirnya mencapai gelar juara ketiga. Meskipun, bukan lomba yang besar, hasil dari usaha yang dilakukannya pun akhirnya membuahkan hasil. Selain itu, masih di bidang lomba yang sama, rasa tidak cepat puas mengantarkan mereka meraih juara pertama untuk suatu perlombaan yang dapat terbilang unik dalam pelaksanaanya.

Nah, dalam menghadapi kegagalan tersebut, tentunya diperlukan growth mindset yang dapat membuat diri berkembang. Manajemen ekspektasi menjadi satu hal yang dapat dilakukan dalam menghadapi kegagalan tersebut dan menghasilkan growth mindset. Menurut Zarfa, tidak berekspektasi terlalu besar serta tidak menggantungkan diri hanya kepada satu lomba dapat menjadi pelajaran tersendiri. Rezeki setiap orang berbeda-beda, jadi tetap berusaha dengan maksimal. Begitupun dengan Azka dan Stella yang menjadikan setiap kegagalan sebagai pembelajaran. Fokuskan diri pada pembelajaran tersebut untuk dikembangkan di lain kesempatan.

Don’t compare yourself with others. Kita tuh sebenernya tidak bersaing dengan mereka, tapi bersaing sama diri sendiri.” — Azka Alya Ramadhan

Di Antara Dua Jalan

Kuliah dan lomba, dua wadah yang berperan sebagai media pembelajaran dalam kehidupan mahasiswa. Tentu sebagai mahasiswa STI, kita tidak boleh meninggalkan aspek akademik demi mengikuti puluhan lomba semata. Akan tetapi, pasti setiap orang memiliki preferensinya masing-masing dalam menentukan kegiatan mana yang lebih dinikmati.

Bagi Zarfa, lomba adalah kegiatan yang lebih seru. Pada kuliah, kita mendapat tuntutan seperti memperoleh indeks bagus dan mempelajari mata kuliah yang tidak sreg dan tidak disukai. Di sisi lain, lomba adalah pilihan opsional yang dapat kita ambil sewaktu-waktu. Di dalam lomba, tidak ada tuntutan untuk memperoleh hasil bagus seperti yang ada pada kuliah. Setiap lomba juga menghadirkan case yang baru dan berbeda-beda, yang menjadikan diri terlatih untuk terjun langsung menghadapi tantangan.

“Lomba tidak ada ruginya, tidak ada ekspektasi dan tuntutan untuk mendapat indeks bagus.” — Zarfa Naida Pratista

Tidak jauh berbeda dengan Zarfa, Azka merasa lebih menikmati lomba dibandingkan kuliah. Jika di kuliah kita dihadapkan dengan tugas yang unexpected dan dikejar deadline, lomba adalah sesuatu yang opsional dan didasarkan atas kemauan dan komitmen diri. Dengan waktu yang lebih fleksibel, tekanan yang dirasakan saat mengikuti lomba jauh lebih berkurang dibandingkan tekanan saat kuliah.

Serupa dengan kedua rekannya, Stella adalah orang yang menyukai hal di luar kuliah. Menurutnya, lomba memiliki lebih banyak kebebasan terkait waktu, belajar, dan diskusi. Berbeda dengan kuliah yang berfokus pada aspek teori, lomba menghadirkan pembelajaran dalam bentuk praktikal yang berguna untuk mengasah skill secara langsung.

Bagi sebagian orang, mengatur waktu antara kuliah dan lomba bukanlah hal yang mudah. Tak terkecuali untuk Azka, Stella, dan Zarfa yang pernah mengalami kesulitan dalam meluangkan waktu untuk lomba akibat kesibukan perkuliahan. Menurut Azka, akademik tetap harus menjadi prioritas. Berdasarkan pengalamannya, apabila mengikuti lomba saat disibukkan dengan tugas besar, sebaiknya segera berdiskusi dengan kelompok. Jangan sampai lomba membuat kelompoknya terganggu. Jika sudah merasa tidak kuat dengan kesibukan tugas, jangan ragu untuk drop dari perlombaan yang diikuti.

Bagi Stella, ketika mengambil suatu tanggung jawab, harus dipikirkan dahulu dengan matang. Belajar bahwa tanggung jawab yang diambil haruslah sesuai dengan kemampuan dan batasan diri. Kita tidak bisa mengerjakan hal dalam jumlah besar di satu waktu. Apabila sudah terlanjur dan merasa kesulitan, harus tetap mengerti skala prioritas, tidak menyusahkan orang lain, dan tetap menyelesaikan tanggung jawab hingga akhir. Sependapat dengan Azka, Stella mengatakan bahwa melepaskan lomba adalah jalan terakhir yang dapat diambil.

“Yang penting, tetap tau tanggung jawab, prioritas, dan orang lain.” -Stella Ribli

Zarfa berbagi sedikit pengalaman ketika mengikuti lomba bersama dengan Azka dan Stella. Ketiganya pernah melakukan meeting lomba dari tengah malam hingga pagi. Menurut Zarfa, hal yang paling sulit dilakukan dalam pengerjaan lomba adalah menentukan waktu yang tepat untuk meeting karena faktor kesibukan masing-masing. Untuk menyiasatinya, setiap meeting kerap dibuat sangat singkat sehingga taktis dan efisien.

Lalu, apakah bekal yang didapatkan dari kuliah mampu memberikan benefit ketika mengikuti lomba? Menurut Stella, apa yang dihadapi dalam lomba sangat berbeda dengan apa yang diajarkan dalam kuliah. Perlu lebih banyak eksplorasi pemahaman untuk mampu memaksimalkan potensi. Di sisi lain, Azka berpendapat bahwa mata kuliah Organisasi dan Manajemen Perusahaan Industri yang didapatkan pada semester 3 dapat menjadi salah satu media pengenalan dasar terhadap beberapa bidang lomba. Melanjutkan Azka, Zarfa mengatakan mata kuliah Analisis Kebutuhan Enterprise (AKE) yang didapatkan pada semester 5 memberikan pengetahuan terkait framework yang dapat digunakan dalam lomba bisnis. Sedangkan untuk bidang UI/UX, ada mata kuliah Interaksi Manusia dan Komputer (IMK) dan Desain Berbasis Pengguna (DBP). Selain itu, juga terdapat mata kuliah di luar jurusan seperti mata kuliah dari Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM).

Tiga Individu, Tiga Kepribadian

Zarfa, Stella, dan Azka

Tidak pernah mudah untuk menyatukan beberapa individu menjadi sebuah A-team dengan segala perbedaan yang dimiliki masing-masing. Namun terkadang, keragaman inilah yang dapat menjadi kepingan pelengkap puzzle suatu tim, sama seperti yang dialami oleh Zarfa, Stella, dan Azka.

Bagi Stella, mengobrol adalah healing. Mahasiswa 20 tahun ini suka untuk berbicara dengan orang lain, baik melalui telepon maupun bertemu langsung. Stella juga mengisi waktu dengan menonton drama Korea. Tidak jauh berbeda, Azka juga menjadikan mengobrol sebagai hobi tersendiri. Tidak hanya itu, mahasiswa asal Malang ini juga suka bermain Pump it Up, sebuah permainan di arena permainan Timezone. Zarfa di sisi lain, suka bepergian. Mahasiswa kelahiran 10 Juli ini menyukai travelling, jalan-jalan, hingga baking. Wah, sangat beragam ya!

Sebelum menjadi mahasiswa STI, mereka juga mempunyai beberapa pengalaman. Ketika SD, Azka pernah mengikuti lomba matematika. Ternyata hal ini berlanjut hingga SMA, Azka sampai ke Korea untuk mengikuti lomba matematika. Tak kalah dengan Azka, Zarfa juga pernah mengikuti lomba-lomba akademik selama SD dan SMP. Di sisi lain, Stella tidak pernah mengikuti lomba di bangku sekolah. Walaupun begitu, Stella tetap bisa berhasil dalam lomba-lomba semasa kuliah lho! Pengalaman mereka mungkin berbeda-beda, tetapi mungkin itulah yang membuat mereka cocok dan kompak, ya!

Dari Kacamata Mereka

Mengikuti kompetisi merupakan suatu hal yang tentunya dapat diikuti oleh semua orang, termasuk untuk mahasiswa di jurusan STI. Ada banyak sekali potensi yang mungkin dapat tumbuh dan ditekuni. Bagi Azka, jurusan STI memiliki scope yang sangat luas, sehingga akan ada banyak bidang lomba yang dapat dicoba, seperti UI/UX, hackathon, sampai business competition. Informasi yang banyak beredar sekarang dan lebih terstruktur pun mendukung untuk mengembangkan potensi tersebut. Namun, beberapa dari mahasiswa terlihat belum berani untuk mencoba, padahal pasti akan ada pengalaman dan hasil yang dapat diambil dari sekadar mencoba. Tinggal mengasah dan menemukan motivasi untuk memulai kemudian tinggal menunggu jam terbangnya masing-masing.

Oleh karena itu, bagi Stella, tips yang mungkin dapat dicoba untuk mulai mencari lomba dengan tujuan yang jelas. Mencari teman yang sesuai untuk setim dalam perlombaan juga menjadi hal yang dapat dicoba. Menurut Zarfa pun niat dalam suatu perlombaan penting untuk dilakukan, karena ide akan muncul dengan sendirinya ketika niat sudah ada.

“ Jangan kalah sebelum perang. Walaupun kalah nantinya, yang penting udah pernah nyoba..” — Azka Alya Ramadhan

Pengalaman Berbuah Pelajaran

Melalui berbagai rintangan dalam perjalanan, terbentuklah diri yang lebih baik. Azka berpesan untuk jangan pernah menyesali apa yang terjadi seburuk apapun itu. Jadikan segala sesuatu sebuah pelajaran yang patut disyukuri. Kenali batasan diri, cari tujuan nyata yang ingin diperoleh. Jangan jadikan orang lain sebagai alasan untuk ikut-ikutan.

Keep going. Menang kalah, dijalani aja. Namanya juga hidup, ikuti saja flow-nya. ” — Azka Alya Ramadhan

Pelajaran terpenting yang diterima Stella adalah belajar mensyukuri apapun yang terjadi. Jika mengalami kegagalan, nikmati saja prosesnya. Kegagalan pun suatu saat akan menjadi pengalaman dan pelajaran berharga. Selain itu, berjalanlah bersama orang yang memiliki tujuan yang sama.

“Better an oops than a what-if. ” — Stella Ribli

Pesan dari Zarfa adalah jangan pernah takut untuk mencoba hal dan tantangan baru. Selalu berusaha sebisa mungkin, namun jangan letakkan harapan terlalu tinggi. Harus bersedia untuk menerima segala hasil, keikhlasan adalah kunci. Terima apapun hasilnya, karena yang terpenting adalah usaha yang sudah dilakukan.

“Everything happens for a reason. ” — Zarfa Naida Pratista

Harapan dari Azka, Stella, dan Zarfa untuk semua pembaca adalah mendapatkan kebahagiaan. Semoga semua kembali termotivasi dan bisa melakukan hal yang membuat diri senang. Karena bahagia tidak harus berprestasi, cukup dengan menerima diri apa adanya, mengetahui tujuan, dan bahagia dalam menjalaninya.

Wah, bagaimana nih? Apakah teman-teman STI sudah terinspirasi dengan kisah trio maskot ini? Semoga dengan adanya artikel ini, semakin banyak maskot-maskot lain yang tercipta.

Cukup sekian artikel Life at STI bulan ini, sampai jumpa! 👋👋

Ditulis oleh:
Aldi Fadlian Sunan
Theodore Justin Lionar

--

--

ASSISTS ITB

Association of Information System and Technology Students Institut Teknologi Bandung