Menilik Perspektif Mas Yudis sebagai Kaprodi STI

ASSISTS ITB
7 min readAug 4, 2021

Life at STI #4

Siapa sangka selesai kuliah S1 bisa langsung kuliah S3!? Pengalaman ini dimiliki oleh seorang akademisi ITB, Yudistira Dwi Wardhana Asnar. Pria yang berasal dari Gresik, Jawa Timur ini, mengawali dunia perkuliahannya di bidang IT sebagai seorang mahasiswa Informatika ITB angkatan 1998 dan lulus pada tahun 2002. Selepas lulus, beliau melanjutkan pendidikannya ke Eropa, tepatnya negara Italia, pada tahun 2004. Tidak tanggung-tanggung, dari strata S1, beliau langsung mengejar strata S3-nya di sana. Bagaimana kisah Mas Yudis — panggilan akrabnya — yang berawal dari ketertarikan di bidang IT hingga hingga menamatkan gelar Ph.D nya di Italia? Yuk simak Life At STI Edisi 4 kali ini!

Yudistira Dwi Wardhana Asnar alias Mas Yudis

Perjalanan Seorang Alumni Menjadi Seorang Dosen

Sempat ingin menyerah dari rumpun informatika, Mas Yudis merasa bahwa beliau berkecimpung di dunia IT karena takdir. Tidak banyak yang tahu, beliau sempat bermimpi menjadi seorang manager, bahkan sebelum beliau memutuskan untuk terjun ke dunia informatika, beliau bertekad untuk memilih jurusan teknik sipil karena sangat kental dengan dunia engineering yang beliau juga minati.

“Dulu pas UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), kalau saya bisa masuk Informatika, saya bisa masuk ke mana saja. Setiap kali try out saya memilih Informatika ITB.”

Akhirnya, dengan modal ketertarikan terhadap komputer dan kegigihan menempuh pendidikan, beliau berhasil menyelesaikan studi nya di Informatika ITB. Sebenarnya, beliau tidak langsung tertarik untuk menjadi seorang dosen, setelah lulus, beliau tertarik untuk mengerjakan beberapa proyek bersama teman. Salah satu proyek tersebut merupakan Sistem Informasi Akademik ITB (SIX) yang masih digunakan oleh civitas akademik ITB sampai artikel ini dibuat.

Mas Yudis Saat Mengerjakan Proyek

Setelah 2 tahun beliau mengerjakan berbagai proyek dan pekerjaan, beliau merasa bosan dengan rutinitas yang ada. Berbekal keingintahuan dan minat pada dunia engineering, beliau memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Beliau diterima untuk melanjutkan studinya di beberapa negara, namun beliau memilih negara Italia pada akhirnya. Menurut beliau, Italia memiliki scenery yang indah dan beraneka ragam sehingga beliau dapat berkuliah sambil “jalan-jalan”. Di sana, beliau menamatkan S3 di di bidang software security.

“Dalam hidup itu, kita harus bisa masuk di mana peluang (melanjutkan pendidikan di luar negeri) itu ada.”

Setelah menyelesaikan pendidikan S3-nya di Italia, Mas Yudis pun ditawari oleh beberapa negara di dunia untuk bekerja. Di satu sisi, beliau juga masih memiliki pekerjaan di Italia sebagai research assistant. Alih-alih mengambil pekerjaan di luar Indonesia, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah air. Keputusan tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Beliau memiliki keinginan menjadi dosen di ITB karena kesukaan beliau untuk “bergaul” dengan anak-anak pintar Indonesia. Beliau merasa hal tersebut dapat ia ditemukan di ITB. Selain itu, beliau juga menginginkan istrinya untuk melahirkan anaknya di Indonesia.

Singkat cerita, beliau kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S3-nya. Beliau kemudian menjadi dosen di Institut Teknologi Bandung dan mengajar mata kuliah S1 juga S2. Beliau mengampu mata kuliah Arsitektur dan Sistem Komputer untuk mahasiswa Sistem Teknologi Informasi dan untuk mata kuliah Informatika, beliau mengampu mata kuliah information security, software engineering project, dan web based development. Ditambah, beliau juga mengampu mata kuliah rekayasa perangkat lunak untuk mahasiswa S2.

Kontribusi IT di Dunia dari Opini Seorang Mas Yudis

Seiring berkembangnya zaman, peran IT menjadi semakin krusial pada berbagai aspek kehidupan. Namun, Mas Yudis memiliki pendapat tersendiri terkait hal ini.

“Sebenarnya it’s not all about IT, tapi memang karena pandemi hal ini (peranan IT di berbagai aspek kehidupan) jadi lebih relevan. Duit ada di bank, makanan ada di restoran, bukan di IT. Tapi IT lah yang mentransformasi cara kita hidup.”

Menurut beliau, tidak semua hal berkaitan dengan IT namun banyak hal yang membutuhkan IT.

“Sebenarnya yang penting itu education-nya, IT itu cuma meng-enable hal tersebut”

Beliau berpendapat bahwa manusia sejatinya tidak akan pernah berhenti mencari informasi. Informasi yang ditemukan satu per satu lah yang mengubah cara manusia hidup.

“Dari awal jurusan informatika didirikan, itu sudah jadi favorit karena kebutuhan informasi itu jadi luar biasa. Apalagi sekarang di era yang VUCA”

Dari kacamata seorang kaprodi STI, kuncinya bukan terletak pada IT melainkan digital transformation. Beliau sangat menekankan istilah transformasi.

“Banyak produk IT yang bagus tapi tidak bisa mentransformasi sehingga menjadi irrelevant. Yang harus ditekuni lebih banyak itu bagaimana teknologi bisa mentransformasi perusahaan atau masyarakat.”

STI Dari Kacamata Kaprodi

Menurut beliau, STI sebenarnya memiliki dua warna, Teknologi Informasi dan Sistem Informasi. Teknologi Informasi / TI adalah bagaimana penggunaan teknologi diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah.

“You are not in the part of inventing the technology, but you are in the part of applying technology to solve a problem.”

Sedangkan, Sistem Informasi / SI adalah bagaimana teknologi itu menjadi sebuah sistem di suatu organisasi. Jadi, menurut beliau, membangun sebuah software adalah pekerjaan seorang TI. Namun, pengaplikasian sebuah software adalah pekerjaan seorang SI.

“STI adalah sebuah kajian bagaimana kalian bisa memilih teknologi yang tepat untuk menyelesaikan masalah dan bagaimana sebuah solusi itu bisa diaplikasikan di dalam sebuah organisasi konteks supaya bisa mendapatkan benefit setinggi tingginya.”

Namun apakah mahasiswa STI selalu memiliki dua warna seperti ini? Hal ini dirasakan lain oleh Mas Yudis. Seiring perkembangan jaman, mahasiswa dinilai semakin minimalis untuk konsentrasi pemahaman teknologi. Mahasiswa cenderung lebih mendalami bidang Sistem Informasi, sementara bidang Teknologi Informasi hanya “sekedar beres” saja. Sayangnya ini tidak sesuai dengan visi beliau.

“Kalau kalian terlalu atas (Sistem Informasi), kalian jadi seperti anak SBM. Value kalian itu, kalian bisa menjembatani antara orang komputer dan bisnis. Jadi skill kalian harus T-shaped pendalaman terhadap komputer kuat, tapi pendalaman terhadap bisnisnya juga kuat.”

Mas Yudis mengakui, memang STI sendiri memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam hidup bermasyarakat terutama di era pandemi seperti saat ini. Teknologi informasi merupakan hal yang sangat relevan untuk industri dan masyarakat di hampir semua sektor.

Terlepas dari kontribusi STI, Mas Yudis juga memiliki cita-cita yang ingin beliau capai sebagai seorang Kaprodi. Beliau memiliki keinginan yang tinggi untuk menuntun mahasiswa STI menyiapkan bekal di masa depan. Salah satunya adalah internalisasi program MBKM (Merdeka Belajar — Kampus Merdeka). Dengan banyaknya alumni di bidang Data Science dan Product Management, beliau ingin melakukan reformulasi pengalaman belajar di STI sehingga dapat menjadi lebih relevan dan “membumi” dengan kondisi dan keadaan sekarang.

Bahkan, beliau sudah memiliki rencana untuk melakukan berbagai riset setelah masa jabat sebagai kaprodi usai.

“Menurut saya, banyak waktu yang terpakai buat kaprodi. Kalau saya tidak menjadi kaprodi, saya punya banyak waktu buat riset”

Beliau meyakini era pandemi ini sudah menghasilkan banyak sistem baru dan beliau ingin melakukan riset untuk mencari celah yang ada dan ingin berkontribusi dalam memperbaiki sistem tersebut.

Serba-serbi Kegiatan di Waktu Senggang

Mungkin sebagian besar dari kita bertanya-tanya, apa sih yang dilakukan oleh akademisi, khususnya seorang kaprodi, di waktu luangnya? Apakah jauh berbeda dengan yang ia lakukan saat belajar ataupun bekerja?

Pada umumnya, waktu luang manusia diisi dengan hal yang sangat berbeda dengan profesinya dengan tujuan untuk melepas penat dari kesibukan yang biasa dijalani. Namun ternyata hobi dari kaprodi STI ini sendiri tidak terlampau jauh dengan pekerjaannya. Bahkan, dapat dikatakan hobinya sangat selaras dengan bidang yang diampunya, yaitu IT.

Di waktu senggang, Mas Yudis biasanya melakukan browsing ringan mengenai teknologi zaman sekarang. Untuk saat ini, beliau sedang tertarik untuk membaca pustaka mengenai teknologi solar panel dan juga re-engineering vaksin. Beliau dulu mengaku sempat hobi dalam bermain gadget atau alat elektronik, namun beliau berpendapat bahwa alat elektronik zaman sekarang sangat adiktif sehingga beliau tidak meneruskan hobi bermain gadget tersebut.

Sehubungan dengan anak-anak, Mas Yudis sendiri memiliki cara tersendiri yang sering ia terapkan dalam mengajar. Salah satunya adalah beliau gemar dalam menghubungkan suatu hal dengan hal lainnya, seperti pada saat mengajar mata kuliah Arsitektur dan Sistem Komputer, beliau terkadang menghubungkannya dengan mata kuliah Basis Data dan juga Algoritma. Selain itu, beliau juga mengaku terkadang “ngambek” dengan mahasiswa yang terbilang kurang kritis atau aktif dalam proses pembelajaran, terutama saat online dimana sebagian besar dari mahasiswanya tidak menyalakan kamera.

Terkait pembelajaran, beliau merasa bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara zaman beliau dengan sekarang. Perbedaan yang cukup terasa adalah sekarang informasi berkembang begitu pesat, sehingga beliau merasa bahwa beliau tidak perlu lagi memberikan materi secara rinci di kelas, tetapi lebih untuk berdiskusi mengenai suatu materi. Namun di sisi lain, pandemi ini menurutnya membuat proses belajar mengajar menjadi kurang efektif sehingga diperlukan cara-cara kreatif dari seorang akademisi untuk membuat suasana perkuliahan menjadi seru dan juga menarik bagi mahasiswa.

Beberapa Patah Kata Untuk Pembaca

Sebagai seorang akademisi IT yang telah banyak merasakan asam garam kehidupan, Mas Yudis memiliki beberapa harapan dan pesan kepada para pembaca, terutama kepada para akademisi yang sedang menempuh pendidikan.

“Teruntuk anak STI, jadilah kalian anak yang holistik, punya pemahaman yang baik, quick learner, dan juga rajin membaca.”

“Untuk ITB, semoga lebih baik untuk kedepannya, bisa menjadi the best, karena dahulu orang tidak akan berdebat bahwa ITB merupakan yang terbaik.”

“Dan untuk Indonesia, saya mau melihat banyak startup-startup muda dan juga menjadi negara yang jujur, terutama anak-anak muda.”

Selain itu, beliau juga menyampaikan motto hidup dan pesan penutup untuk calon akademisi IT yang ingin mengikuti jejak beliau.

“Yang pastinya berguna, rahmatan lil alamin, untuk Tuhan, Bangsa, dan juga Almamater.”

“Jadi dosen itu menantang, baik dari sisi inteleknya maupun social skill-nya. Tetapi, memang sebenarnya setiap pekerjaan itu memiliki challenge-nya tersendiri. Menjadi dosen itu memiliki variasi hidup yang luas, sehingga bisa always solve the problem. Terlebih, kita punya opportunity lebih besar dalam membantu orang dan juga bermanfaat bagi orang lain. Jadi, jangan takut untuk bergabung.”

Dari cerita perjalanan seorang akademisi IT, yang awalnya menempuh pendidikannya sebagai seorang mahasiswa di ITB, sampai menjadi seorang kaprodi di salah satu jurusan di ITB, Mas Yudis membuktikan bahwa dengan bermodalkan passion dan ketekunan di bidang yang diminati, kita dapat menjadi orang yang sukses dalam suatu bidang. Semoga cerita Mas Yudis dalam Life At STI Edisi 4 kali ini dapat menjadi motivasi bagi kita semua, tidak hanya dalam segi akademik, melainkan juga dalam segi kehidupan, untuk selalu berkembang menuju apa yang kita inginkan dan minati kedepannya. Follow your dreams, they know the way.

Sekian untuk cerita mengenai Mas Yudis kali ini, sampai jumpa di Life at STI edisi berikutnya!

Ditulis oleh:
Gilbert Christian Sinaga
Wildan Daffa Hafizh

--

--

ASSISTS ITB

Association of Information System and Technology Students Institut Teknologi Bandung